Minggu, 12 Agustus 2007

Mikraj

Salim berjalan menyusuri gang-gang sempit yang hanya diterangi lampu lima watt, menuju rumahnya yang terletak di bantaran sungai. Lumayan jauh, namun Salim selalu menyempatkan diri untuk pergi ke masjid pada saat-saat shalat wajib. Kebiasaan ini telah lama ia lakoni, sejak kedatangannya ke kota ini lima tahun yang lalu. Keberhasilan teman-teman sekampungnya yang mengadu nasib di ibu kota membuatnya tergiur dan kemudian membawanya keluar kampung untuk pertama kalinya bersama teman-temannya yang telah bertahun-tahun merantau dan selalu pulang dengan membawa uang yang banyak dan oleh-oleh untuk keluarga. Nail, anaknya selalu mendapat hadiah satu stel pakaian dari Bambang, Pamannya, setiap hari raya Idul Fitri. Sementara Salim sendiri tidak bisa memberi apa-apa pada sanak saudara dan keponakan-keponakannya, paling-paling dia hanya memberikan satu setel pada Ningsih, istrinya, dan satu setel untuk Nail. Dia sendiri hanya mengenakan pakain-pakain yang dibelinya menjelang lebaran tiga tahun yang lalu. Itulah yang membuatnya iri bila melihat teman-teman sepermainannya dulu pulang dari Jakarta. Selanjutnya.........

0 comments: